Diduga Korupsi Dana Bos dan Pungli Berkedok Komite, SMAN 9 Dan SMAN 16 Palembang Dilaporkan Ke Kejati Sumsel

Palembang – Dugaan praktik korupsi dan pungutan liar (pungli) kembali mencuat di lingkungan pendidikan. Kali ini, kasus tersebut diduga terjadi di SMA Negeri 9 Dan SMA Negeri 16 Kota Palembang, dengan nilai indikasi penyimpangan dana bos mencapai sekitar Rp1,8 miliar di pertahun dan pungutan liar berkedok komite mencapai Rp 5,4 miliar per tahun untuk SMA 9, sementara itu untuk SMA Negeri 16 indikasi penyimpangan dana bos sebesar Rp 1,6 miliar per tahun dan Rp 1,8 miliar per tahun untuk pungutan liar berkedok komite.

Temuan tersebut telah resmi dilaporkan ke Kejati Sumsel oleh aktivis Pemuda Peduli Sumsel Rabu (29/10/25) pagi

Kordinator lapangan, Fitro Akbar menjelaskan bahwa laporan ini merupakan tindak lanjut dari hasil investigasi lapangan dan pengaduan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta pungutan yang dilakukan terhadap siswa dengan dalih “iuran komite sekolah”.

“Dari hasil pengumpulan data, ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana BOS yang tidak sesuai juknis, serta pungutan sebesar Rp5 juta hingga Rp6 juta per tahun per siswa tanpa dasar hukum yang sah,” ungkap fitro dalam keterangan resminya

Fitro menilai praktik tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 12 huruf e mengenai pungutan liar oleh pejabat publik.

 

Dalam laporan yang dilampirkan, pihak-pihak yang diduga terlibat antara lain Kepala Sekolah SMAN 9, Hamdani, S.Pd., M.Pd. dan Kepala Sekolah SMA negeri 16 Dra. Hj. Ema Nurnisya Putri, M.M. selaku penanggung jawab penggunaan anggaran, bendahara BOS, serta pengurus Komite Sekolah apabila turut serta dalam penarikan dana tanpa dasar hukum.

Aktivis Pemuda Peduli Sumsel juga meminta Kejati Sumsel untuk melakukan audit forensik terhadap penggunaan Dana BOS selama periode 2023–2025 ke SMA Negeri di Palembang, serta mengamankan dokumen keuangan dan bukti transaksi guna mencegah penghilangan barang bukti.

“Korupsi di dunia pendidikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan bangsa. Dana BOS adalah hak siswa, bukan untuk diperdagangkan,” tegas fitro.

Fitro berharap Kejati Sumsel dapat menindaklanjuti laporan tersebut secara profesional, objektif, dan transparan, demi menegakkan integritas dunia pendidikan di Provinsi Sumsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *