Main Mata’ Berakhir, ESDM Akhirnya Grebek Sarang Mafia Tambang Ilegal di Muara Enim

MUARA ENIM – Drama panjang penjarahan kekayaan alam di Sumatra Selatan memasuki babak baru yang penuh intrik. Setelah bertahun-tahun seolah tutup mata, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui corong penegak hukumnya, akhirnya turun gunung. Bukan sekadar sidak biasa, kali ini tim langsung menyegel tiga titik krusial yang menjadi urat nadi bisnis haram batu bara di Kabupaten Muara Enim.

Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) ESDM, pada Kamis (11/12/2025), melakukan “operasi senyap” yang berujung pada penutupan paksa tiga lokasi stockpile (tumpukan) raksasa. Lokasi-lokasi ini yang tersebar di Desa Penyandingan, Desa Tanjung Lalang, dan Desa Tanjung Agung selama ini berfungsi sebagai markas penampungan dan pengumpulan batu bara curian dari aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) yang merajalela.

Ironisnya, atau mungkin sudah bisa ditebak, seluruh aktivitas ilegal ini berlangsung di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik raksasa tambang plat merah, PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Kenyataan ini sontak memicu pertanyaan pedas: Sejauh mana pengawasan internal PT Bukit Asam selama ini? Apakah keberadaan tambang ilegal ini murni kecolongan, atau ada “pembiaran” sistemik yang menguntungkan pihak-pihak tertentu?

Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM, Jeffri Huwae, mencoba meredam spekulasi dengan pernyataan normatifnya. “Penutupan penambangan liar dan pengamanan barang bukti merupakan prioritas utama Ditjen Gakkum,” tegas Jeffri, seolah memberikan jaminan bahwa hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu.

Namun, publik menuntut lebih dari sekadar penutupan lokasi. Berita ini hanyalah awal. Pertanyaan selanjutnya yang menggantung di udara adalah: Siapa aktor intelektual di balik bisnis kotor bernilai miliaran rupiah ini? Apakah penegakan hukum ESDM kali ini benar-benar akan menyeret para taipan tambang ilegal ke meja hijau, ataukah kasus ini akan kembali menguap begitu saja ditelan birokrasi dan “uang pelicin” seperti kasus-kasus sebelumnya?

Masyarakat Muara Enim kini menunggu dengan skeptis, apakah penutupan ini murni penegakan keadilan, atau sekadar pencitraan sesaat untuk meredam kegaduhan menjelang akhir tahun. Waktu yang akan menjawab.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *